Ia begitu mencintaimu, dari semenjak pertemuan 3 tahun silam, ia teguh mencumbuimu dari jauh. Tetapi ternyata Ia salah berharap padamu yang sedikit pun tak ada balasan atas rindunya.
Ia adalah sisi lain dari diriku, sisi yang tak pernah luput pun bosan menyelipkan namamu di setiap doa. Namun, akhir-akhir ini kami terlalu sering beradu pendapat, banyak hal yang tak bisa disamakan, antara inginku dan harapan sisi lain dariku. Tapi dari banyak hal itu, semuanya tentangmu. Hingga akhirnya aku dan ia berdamai, ia mengalah dan mengerti bahwa dirimu hanyalah harap yang tak bisa dicapai.
Dirimu mungkin seumpama bulan yang kurindui di siang hari. Ada di tempat tertentu tetapi tak terlihat. Berbeda ruang dengan waktu yang tiada temu, sia-sia.
Aku menyerah mengharapkanmu, walau kata penghibur bahwa "cinta sejati tak harus memiliki”, terus mengalun di kepala, tapi aku menganggap diktum itu hanyalah alibi untuk menyamarkan kesedihan atas hati yang patah. Buat apa mencinta jika tak memiliki, pikirku.
Aku masih di tempat yang sama, bahkan saat kau tak lagi ada. Merayakan segala kegagalan dari usahaku menjadi yang terbaik bagimu, menjadi lelaki yang siap bertanggungjawab atas bahagiamu. Walau kemudian aku tersadar, bahagiamu tentu menjadi tanggung jawabmu sendiri.
Kita mungkin akan banyak belajar dari sebuah perpisahan, kalimat-kalimat penyejuk dari buku-buku roman selalu siap memberikan semangat, lagu-lagu dengan lirik sendu selalu bisa mewakili peluh, serta hujan di awal hari selalu hadir menjadi suasana untuk menceritakan rindu.
Anwar.

1 Komentar
Teruslah menulis hal-hal baik
BalasHapus